BISNIS

Dari Gang Sempit Menuju Dunia Luas, Kisah Sukses yang Melejit Lewat Platform Digital

Di sebuah gang kecil di Malinau Kota, Kalimantan Utara, suara mesin jahit masih terdengar hingga malam. Di sanalah Bawing Usat (45), seorang ibu dua anak, merintis usaha kecil-kecilan menjahit pakaian adat & mengayam aksesoris dayak sejak 2017. Usaha itu awalnya hanya dikenal tetangga sekitar. Tak ada label, tak ada kemasan menarik dan hanya tangan cekatan dan keinginan kuat untuk membantu suami menafkahi keluarga.

HADI ARIS ISKANDAR, Malinau

Namun kini, merek milik Baweng, “Pernak-pernik Malinau”, telah menjadi salah satu seller terlaris di platform Tokopedia dan Shopee, bahkan merambah pasar ekspor kecil ke Malaysia dan Brunei. Omzet bulanannya kini menyentuh Rp120 juta, angka yang dulu bahkan tak berani ia bayangkan.

“Aku cuma ibu rumah tangga biasa. Dulu jualan dari mulut ke mulut, penghasilan ya paling cukup buat belanja mingguan. Tapi setelah belajar digital marketing dan buka toko online, hidup kami berubah,” ucap Baweng, suaranya bergetar haru.

Langkah Baweng menuju kesuksesan tidak mulus. Ia sempat merasa putus asa saat pertama kali mencoba platform digital. Foto produknya tidak menarik, deskripsinya seadanya, bahkan ia tak tahu bagaimana menghitung ongkos kirim.

Tapi ia tak sendiri. Ia bergabung dalam komunitas UMKM lokal binaan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Malinau, belajar dari pelatihan gratis tentang pemasaran digital, branding, dan manajemen usaha.

Dari situlah, ia mulai percaya diri menyusun strategi menggunakan model bayi untuk foto produk, membuat video tutorial pemakaian, bahkan mulai aktif di Instagram dan TikTok.

“Saya sempat dianggap aneh sama tetangga karena suka bikin video sendiri di rumah. Tapi dari situ justru banyak yang tertarik beli,” katanya sambil tersenyum bangga.

Momentum besar datang saat produknya direkomendasikan oleh seorang influencer ibu muda. Dalam semalam, pesanan membeludak. Baweng dan tiga pegawainya lembur dua minggu penuh, bahkan harus menolak pesanan karena kapasitas produksi belum cukup.

“Seminggu bisa 50 orderan. Saya sampai harus rekrut tetangga buat bantu packing. Ruang tamu berubah jadi gudang. Tapi di situlah titik balik saya,” ucapnya.

Kini, Baweng punya 12 pegawai tetap, memiliki gudang kecil, dan tengah mengembangkan lini produk baru untuk pakaian adat dayak baik pria maupun wanita. Ia juga sedang menyiapkan website sendiri, agar tak hanya bergantung pada marketplace.

Kesuksesan ini bukan hanya soal penghasilan. Bagi Baweng, keberhasilan ini adalah bukti bahwa perempuan, meski dari latar belakang sederhana, bisa sukses dan mandiri lewat teknologi.

“Dulu saya malu kalau ditanya kerja apa. Sekarang, saya bangga bilang saya pengusaha. Saya bisa bantu orang lain, bisa nyekolahin anak di tempat yang bagus, dan bantu suami bangun rumah,” katanya dengan mata berbinar.

Tak hanya itu, Baweng kini rutin membagikan ilmunya lewat workshop gratis untuk ibu-ibu di kampungnya, agar lebih banyak UMKM perempuan bisa naik kelas. Ia percaya, keberhasilan adalah untuk dibagi.

Cerita Baweng adalah satu dari ribuan kisah UMKM Indonesia yang berhasil menembus batas dengan platform digital. Mereka bukan hanya bertahan, mereka tumbuh, membuka lapangan kerja, dan membuktikan bahwa dunia digital bukan hanya milik anak muda kota besar.

Dengan keberanian untuk belajar, kemauan untuk beradaptasi, dan dukungan yang tepat, digitalisasi telah menjadi kendaraan yang membawa UMKM menuju panggung yang lebih luas bahkan hingga mancanegara.

Dan seperti kata Rina, sambil memandangi ponselnya yang kini penuh notifikasi, “Siapa bilang orang kecil nggak bisa punya mimpi besar? Yang penting, mulai dulu, walau dari gang kecil.”(***)

Back to top button