
MALINAU – Di sebuah pagi yang cerah di Desa Malinau Belayan, Kecamatan Malinau Utara, terdengar deru mesin truk yang belum lama ini menjadi milik seorang petani sawit bernama Simon Agustinus. Lelaki berusia 42 tahun itu turun dari kabin truknya dengan senyum lebar yang sulit disembunyikan.
Truk berwarna putih itu bukan sekadar kendaraan. Ia adalah simbol dari sebuah perjalanan panjang penuh kerja keras, disiplin, dan kepercayaan pada teknologi yang sebelumnya terasa asing baginya.
Simon bukan petani besar. Lahan sawitnya tak sampai sepuluh hektare. Namun dari lahan itulah ia menggantungkan hidup bersama istri dan dua anaknya.
Dulu, setiap kali panen tiba, Simon harus menyewa truk dari luar desa untuk mengangkut hasil sawit ke pengepul yang jaraknya lebih dari 20 kilometer. Biaya sewa yang tak sedikit sering menggerus keuntungannya.
“Kadang dapat untungnya cuma sedikit. Kalau hujan dan jalan becek, harga sewa bisa naik, belum lagi kalau harus antre,” kenangnya sambil duduk di bangku kayu depan rumahnya yang sederhana.
Titik balik datang ketika anak sulungnya yang baru lulus SMK memperkenalkan aplikasi BRImo milik Bank BRI. Awalnya, Simon ragu. Ia tak terbiasa dengan aplikasi digital dan lebih nyaman menyimpan uang tunai di rumah. Namun sang anak meyakinkannya bahwa menabung lewat BRImo bukan hanya aman, tapi juga bisa membantu mengelola keuangan lebih baik.
“Anak saya bantu daftarin akun di BRImo, sekalian ngajarin cara transfer, cek saldo, sampai bikin target tabungan,” kata Simon.
Sejak saat itu, setiap kali mendapat hasil dari panen, Simon menyisihkan sebagian dan langsung menabung lewat BRImo. Ia menetapkan target yakni membeli truk sendiri dalam dua tahun.
Ia mulai disiplin. Tidak lagi mudah tergoda membeli barang-barang konsumtif atau membiarkan uangnya mengendap tanpa arah. Semua tercatat dan terpantau lewat aplikasi.
“Awalnya terasa berat. Tapi karena ada target di BRImo, saya jadi semangat. Saya lihat sendiri perkembangan tabungan tiap bulan. Rasanya seperti lari maraton, tapi saya tahu garis finish-nya di mana,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Tak hanya menabung, Simon juga mulai memahami pentingnya mencatat pengeluaran dan pemasukan. Ia menggunakan fitur-fitur di BRImo untuk membayar tagihan listrik, membeli pulsa, bahkan mengirim uang ke orang tua di kampung halaman istrinya. Hal-hal yang dulu harus dilakukan dengan antrean panjang di bank atau lewat warung, kini bisa dilakukan dari rumah.
Akhir tahun lalu, mimpinya terwujud. Tabungan Simon cukup untuk membayar uang muka sebuah truk bekas namun masih layak pakai. Ia melunasi sisanya dengan sistem cicilan yang juga ia atur lewat BRImo agar pembayaran lebih mudah dipantau.
Hari pertama truk itu datang ke rumah, Simon mengaku hampir menangis.
“Saya nggak percaya bisa punya truk sendiri. Semua dari hasil kebun dan disiplin nabung.” katanya.
Kini, bukan hanya kebunnya yang lebih efisien karena ia tak lagi menyewa truk, tetapi pendapatannya juga bertambah.
Ia menyewakan truknya ke tetangga petani lain saat sedang tidak digunakan. Truk itu bukan sekadar alat angkut, melainkan sumber penghasilan tambahan.
Kisah Simon Agustinus menjadi gambaran nyata bahwa inklusi keuangan digital bukan hanya milik orang kota. Di tangan petani seperti Simon, aplikasi seperti BRImo bisa menjadi jembatan menuju mimpi-mimpi yang selama ini terasa jauh.
“Saya dulu pikir aplikasi bank cuma buat orang-orang di kota. Ternyata, kami di desa juga bisa. Asal mau belajar dan disiplin, hasilnya bisa dirasakan,” tutupnya.
Dari kebun sawit yang sunyi, Simon telah membuktikan bahwa masa depan bisa dimulai dari genggaman tangan lewat sebuah aplikasi yang kini menjadi sahabat setianya dalam mengatur keuangan. (*/hai)