FOTO : Bupati Bulungan Syarwani S.Pd., M.Si
TANJUNG SELOR – Kabupaten Bulungan memasuki babak baru dalam sejarah pembangunannya. Di tengah derasnya arus industrialisasi, pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Bupati Syarwani merumuskan arah pembangunan jangka menengah dengan visi besar: Bulungan Hijau. Ini bukan hanya narasi romantik soal lingkungan, tapi fondasi strategis pembangunan yang mengintegrasikan investasi, pertanian berkelanjutan, dan pelestarian warisan local.
Dalam keterangannya pada Selasa (3/6), Bupati Bulungan Syarwani mengungkapkan berbagai langkah dan capaian pembangunan yang akan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029. Ia menekankan pentingnya membangun Kabupaten Bulungan sebagai daerah yang maju secara ekonomi namun tetap kokoh menjaga kelestarian alam dan identitas lokal.
RP 130 TRILIUN MENGALIR KE TANAH KUNING-MANGKUPADI
Salah satu titik transformasi ekonomi terbesar terletak di wilayah pesisir timur Bulungan, yaitu kawasan Tanah Kuning-Mangkupadi. Di sinilah proyek besar bernama Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) dan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) sedang dibangun.
Proyek yang dikelola oleh PT KIPI itu akan menjadi rumah bagi smelter aluminium raksasa. Bahkan akan mengalir investasi mencapai Rp 130 triliun, bersumber dari investor nikel asal Tiongkok.
“Salah satunya adalah pembangunan smelter aluminium, dan kita harapkan tahun 2026 sudah mulai berproduksi,” ujar Syarwani dengan optimisme.
Namun demikian, Syarwani menekankan bahwa kehadiran kawasan industri tidak boleh menggerus komitmen daerah terhadap pembangunan berkelanjutan.
“BULUNGAN HIJAU”: BUKAN SEKADAR MENANAM POHON
“Konsep ‘hijau’ bukan sekadar menanam pohon atau estetika lanskap,” kata Syarwani. “Tapi bicara tentang keberlanjutan, efisiensi sumber daya, pertanian yang hidup berdampingan dengan industri, dan pelestarian ekosistem lokal.”
Salah satu bentuk implementasi konkret dari konsep “Bulungan Hijau” adalah integrasi antara kawasan industri dan kawasan pertanian produktif. Desa Sajau Hilir di Kecamatan Tanjung Palas Timur menjadi contoh utama. Desa ini telah lama dikenal sebagai sentra produksi pangan lokal, dan kini diposisikan sebagai penopang logistik dan pangan untuk kawasan industri yang sedang tumbuh.
Menurut Syarwani, lahan pertanian di Sajau Hilir saat ini mencapai sekitar 300 hektare, dengan potensi produksi gabah basah sebesar 3 hingga 5 ton per hektare. Jika dilakukan intensifikasi hingga dua atau tiga musim tanam dalam setahun, maka produksi bisa mencapai 9.000 ton hanya dari satu desa.
“Bayangkan kalau panen bisa dilakukan dua hingga tiga kali per tahun. Kita bisa menghasilkan ribuan ton gabah, dan itu baru dari satu desa,” jelasnya. “Belum kita bicara wilayah Tanjung Buka, Pejalin, atau Tanjung Palas Utara.”
DUKUNGAN PEMERINTAH PUSAT
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian juga turut memberikan dorongan nyata melalui program optimalisasi lahan seluas 4.100 hektare, dengan anggaran Rp 4,6 juta per hektare. Program ini tidak hanya memperluas area tanam, tapi juga memberikan insentif langsung ke petani.
“Hasilnya sudah nyata. Dari Sajau Hilir saja, sekitar 100 ton gabah sudah diserap oleh Bulog dengan harga Rp 6.500 per kilogram. Ini sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian,” kata Syarwani.
Program ini menjadi bukti bahwa sinergi antara pusat dan daerah mampu mendorong ketahanan pangan secara konkret. Ia menyebut bahwa produksi gabah dari satu desa sudah mulai mengisi gudang-gudang penyimpanan, dan berpotensi menopang kebutuhan pangan Kalimantan Utara secara luas.
MENJAGA WARISAN LOKAL
Tak hanya pertanian intensif, Kabupaten Bulungan juga tetap menjaga kearifan lokal dan sistem tradisional, seperti pertanian ladang atau petani gogo. Sistem ini meski hanya menghasilkan satu kali panen per tahun dengan masa tanam hingga delapan bulan, tetap dianggap penting sebagai penjaga keanekaragaman hayati pangan lokal.
“Saat ini, ada lima varietas padi lokal yang sudah kami daftarkan dan peroleh patennya. Ini penting untuk menjaga identitas pertanian lokal kita. Walau hanya satu kali panen, ini bagian dari ketahanan pangan berbasiskan budaya,” ucap Syarwani.
Lebih jauh, Syarwani juga menyebut komitmen masyarakat dan pemerintah daerah dalam melestarikan hutan adat. Di Desa Sajau Hilir, terdapat sekitar 100 hektare hutan adat atau yang dikenal warga sebagai “Hutan N”, kawasan ini dilindungi dan menjadi simbol hidup berdampingannya alam dan pembangunan.
“Kawasan industri boleh tumbuh, tapi hutan adat tetap kami jaga. Ini bukti bahwa ‘Bulungan Hijau’ bukan hanya konsep, tapi aksi,” tegasnya.
MEMBANGUN MASA DEPAN TANPA MENGORBANKAN IDENTITAS
Dengan semua capaian dan arah kebijakan yang dirumuskan, Bupati Syarwani percaya bahwa Bulungan bisa menjadi contoh pembangunan berimbang di Kalimantan Utara, bahkan nasional.
Di satu sisi, Bulungan menarik investasi raksasa dan tumbuh sebagai kawasan industri strategis. Di sisi lain, daerah ini tetap konsisten membangun pertanian, menjaga lingkungan, dan merawat budaya lokal.
“Kami ingin anak cucu kita nanti bisa hidup di Bulungan yang maju secara ekonomi, tapi tetap punya sungai yang bersih, sawah yang produktif, dan hutan yang lestari,” tutupnya. (bin)
TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H. Zainal A. Paliwang, S.H., M.Hum mengikuti…
TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara, Dr H Zainal A. Paliwang, SH., M.Hum mengapresiasi pengabdian…
TANJUNG SELOR – Mengakhiri semester pertama di tahun 2025, Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H.…
TANJUNG SELOR – Pj. Sekretaris Provinsi (Sekprov), Dr. Bustan, S.E., M.Si memimpin apel memperingati 'Hari…
TANJUNG SELOR – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) berhasil menorehkan prestasi membanggakan dengan meraih nilai Indeks…
TANJUNG SELOR - Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H. Zainal A. Paliwang, S.H., M.Hum., membuka…