Categories: BISNIS

Menjemput Harapan di Era Digital, Perjuangan Merangkai Mimpi Lewat Platform Online

Di balik layar gawai dan jaringan internet, ada cerita tentang perjuangan, air mata, dan keberanian pelaku UMKM untuk bangkit dari keterpurukan dan menemukan cahaya di dunia digital.

HADI ARIS ISKANDAR, Malinau

Hujan deras mengguyur atap rumah semi permanen milik Bu Ratmi di pinggiran Malinau Kota. Dulu, hujan seperti ini hanya berarti satu hal yakni tak ada pembeli yang datang. Warung kopinya sepi. Biji kopi hasil sangrai sendiri menumpuk di sudut dapur. Harum, tapi tak terbeli.

Apalagi ketika Pandemi COVID-19 kemarin, hal tersebut memukul usahanya hingga hampir lumpuh. Warung sederhana yang menjadi tumpuan hidupnya selama lebih dari 15 tahun tiba-tiba kehilangan pelanggan.

“Saya sempat bingung harus ngapain. Tiap malam cuma bisa nangis di dapur. Warung sepi, uang habis,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Tapi sebuah titik balik datang dari hal yang tak pernah ia duga yakni sebuah ponsel pintar yang diberikan anaknya dan ajakan untuk mencoba “jualan online.”

“Awalnya saya takut. Takut salah pencet, takut ditipu. Saya ini cuma ibu-ibu lulusan SD, ngerti apa soal internet?” katanya pelan.

Namun perlahan, dengan bantuan anaknya dan pelatihan digital gratis dari komunitas lokal, Bu Ratmi mulai mengunggah foto-foto kopinya di Instagram. Ia juga belajar membuka toko online di marketplace.

Butuh waktu. Butuh kesabaran. Tapi satu demi satu pesanan mulai berdatangan. Dari dalam kota, lalu luar kota, hingga akhirnya seorang pelanggan dari Jawa memesan dua kilo kopi buatannya. Ia bahkan menangis saat mengirimkan paket pertamanya ke luar pulau.

“Saya enggak pernah kebayang bisa kirim barang sejauh itu. Dulu, saya takut keluar rumah. Sekarang, saya bisa kirim kopi ke luar Jawa,” katanya sambil tersenyum, menggenggam erat ponselnya.

Cerita Bu Ratmi mencerminkan realitas ribuan UMKM lain yang terpaksa belajar adaptasi di tengah krisis. Di satu sisi, digitalisasi adalah harapan baru. Tapi di sisi lain, proses menuju ke sana bukan tanpa rintangan.

Banyak pelaku UMKM datang dari latar belakang sederhana, minim akses teknologi, dan tidak punya bekal literasi digital. Tak sedikit yang harus belajar dari nol seperti apa itu akun marketplace, bagaimana menulis deskripsi produk, sampai cara membalas chat pelanggan.

Namun justru di sanalah letak keajaiban itu. Ketika keterbatasan tidak lagi menjadi alasan untuk menyerah, dan ketika semangat bertahan hidup mendorong seseorang untuk belajar hal baru meski terasa menakutkan.

Salah satunya adalah Pak Naryo, seorang pengrajin sandal kulit dari Malinau Selatan. Ia bercerita, dulu hasil kerajinan tangannya hanya laku beberapa pasang per minggu, dijual di pasar tradisional. Tapi saat pandemi memaksa pasar ditutup, ia hampir menghentikan usahanya.

“Saya sempat jual motor, buat makan dan biaya sekolah anak,” ujarnya lirih. “Tapi lalu saya ketemu anak muda yang bantu saya foto produk dan pasang di internet. Dari situ, semuanya berubah.”katanya.

Kini, ia bisa menjual puluhan pasang sandal setiap minggu lewat e-commerce dan media sosial. Bahkan, ada reseller yang rutin memesan darinya untuk dijual kembali.

Program-program seperti Gerakan Nasional Literasi Digital, pelatihan UMKM oleh pemerintah daerah, hingga dukungan komunitas digital menjadi tulang punggung transformasi ini. Meski masih banyak tantangan, sinyal internet yang belum merata, perangkat digital yang mahal, dan kurangnya pelatihan berkelanjutan, tetapi api semangat para pelaku UMKM tetap menyala.

“Kadang saya mikir, kalau dulu saya menyerah, saya enggak akan tahu rasanya dapat pembeli dari luar negeri,” ujar Naryo yang kini produknya sudah diekspor ke Malaysia.

Ia memulai dari nol, hanya dengan modal keyakinan dan kamera ponsel. Kini, Naufal tidak hanya berdagang. Ia juga membuka pelatihan daring gratis untuk UMKM pemula, sebagai bentuk balas jasa atas semua bantuan yang dulu ia terima.

Digitalisasi bukan hanya soal menjual barang lewat internet. Bagi banyak UMKM, ini adalah jalan untuk menyelamatkan keluarga, menyekolahkan anak, bahkan menyembuhkan luka yang ditinggalkan oleh pandemi.

“Buat saya, setiap notifikasi pesanan di HP itu seperti ucapan seperti kamu masih dibutuhkan,” ucap Bu Ratmi sambil menunjukkan layar toko onlinenya yang kini ramai dengan ulasan positif.

Di balik statistik dan angka pertumbuhan ekonomi, ada cerita-cerita kecil seperti tentang keberanian seorang ibu belajar teknologi di usia senja, tentang ayah yang tetap semangat berjualan meski kehilangan hampir segalanya, dan tentang anak muda yang percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari tangan sendiri.

Transformasi digital telah membuka pintu lebar-lebar bagi UMKM untuk bangkit, tumbuh, dan bermimpi. Meski jalannya tidak mudah, tapi di sanalah letak keajaiban dari semangat tak menyerah. Dan selagi ada sinyal, ada harapan. (***)

Wira

Share
Published by
Wira

Recent Posts

HUT Bhayangkara Ke-79, Gubernur Harapkan Sinergitas

TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H. Zainal A. Paliwang, S.H., M.Hum mengikuti…

2 jam ago

Gubernur Apresiasi Pengabdian Amiek Mulandari sebagai Kajati Kaltara

TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara, Dr H Zainal A. Paliwang, SH., M.Hum mengapresiasi pengabdian…

2 jam ago

Gubernur Instruksikan Perangkat Daerah Kreatif Cari Anggaran di Pusat

TANJUNG SELOR – Mengakhiri semester pertama di tahun 2025, Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H.…

1 hari ago

Harganas Ke-32, Bustan Ajak ASN Jadikan Keluarga Sebagai Fondasi Pembangunan Bangsa

TANJUNG SELOR – Pj. Sekretaris Provinsi (Sekprov), Dr. Bustan, S.E., M.Si memimpin apel memperingati 'Hari…

1 hari ago

Pemprov Kaltara Raih Predikat “AA” Istimewa Indeks Reformasi Hukum

TANJUNG SELOR – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) berhasil menorehkan prestasi membanggakan dengan meraih nilai Indeks…

1 hari ago

Tingkatkan Literasi, Gubernur Dorong Inovasi Digital Perpustakaan

TANJUNG SELOR - Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H. Zainal A. Paliwang, S.H., M.Hum., membuka…

5 hari ago