Categories: BISNIS

Dari Timbangan ke Teknologi, Perjalanan QRIS BRI di Pasar Rakyat

MALINAU – Dulu, tak pernah terbayang oleh Pak Anwar bahwa dagangannya akan dibayar dengan handphone. “Saya ini dari dulu pegang uang tunai. Rasanya aneh kalau orang beli ayam terus bilang ‘bayar pakai QR’,” ujarnya sambil tersenyum lebar, menunjukkan giginya yang tinggal separuh.

Namun dunia berubah, dan tanpa disadari, pasar pun ikut berubah. Pelanggan mulai enggan membawa uang tunai, apalagi sejak pandemi. Mereka ingin cepat, bersih, dan aman. Di situlah QRIS BRI mulai masuk dan memperkenalkan cara baru bertransaksi bahkan di kios ayam tradisional.

“Waktu pertama ditawari QRIS BRI, saya pikir ini cuma buat toko besar. Tapi anak saya bilang, ‘Pak, ini penting. Biar pelanggan muda mau beli di sini juga’. Saya pikir, ya sudahlah, coba aja,” cerita Pak Anwar.

Petugas BRI datang, membantu dari awal. Tak butuh waktu lama, QRIS BRI sudah nempel di lapaknya. Pelanggan mulai mencoba. Yang menarik, sebagian dari mereka justru membeli lebih banyak karena tak terbatas uang tunai di dompet.

“Saya nggak nyangka. Tiap hari ada aja yang bayar pakai QRIS. Yang penting saya tinggal lihat notifikasinya masuk,” katanya sambil menunjukkan layar ponselnya dengan bangga.

Sejak pakai QRIS, Pak Anwar jadi lebih mudah mengatur uang. Ia juga mulai menabung di BRI, karena semua penghasilan digital langsung masuk rekening. Ia bahkan pernah mengajukan pinjaman kecil untuk membeli freezer baru agar bisa menyimpan stok ayam lebih lama.

BRI tak hanya memberi QRIS, tapi juga memberi pelatihan tentang pencatatan keuangan dan pengelolaan usaha.

“Saya ini pedagang, bukan orang sekolah tinggi. Tapi BRI bikin saya merasa dihargai. Dikasih ilmu, dikasih kesempatan berkembang,” katanya.

QRIS BRI membuktikan bahwa transformasi digital bukan cuma milik kota-kota besar. Di tengah pasar becek, bau ikan asin, dan tumpukan cabai merah, teknologi bisa hadir membantu, bukan menggantikan.

Bagi Pak Anwar, setiap transaksi lewat QRIS adalah langkah baru. Sebuah pengingat bahwa bahkan kios kecil dengan lantai semen dan atap seng bisa jadi bagian dari masa depan Indonesia yang lebih terang.

“Siapa bilang orang pasar nggak bisa digital? Saya juga bisa. Asal mau belajar, semua mungkin,” katanya mantap. (*/hai)

Wira

Share
Published by
Wira

Recent Posts

DPRD Kaltara Dorong Pelatihan UMKM Perbatasan untuk Tingkatkan Daya Saing

TANJUNG SELOR –Anggota DPRD Kaltara Jufri Budiman menegaskan pentingnya pelatihan dan pembinaan usaha bagi masyarakat,…

16 jam ago

DPRD Kaltara: Penanganan Kasus Kekerasan Harus Terarah dan Kolaboratif

TANJUNG SELOR – DPRD Kaltara menilai penanganan berbagai kasus kekerasan di daerah masih memerlukan langkah…

16 jam ago

DPRD Kaltara Dorong Digitalisasi Layanan untuk Tekan Kebocoran PAD

TANJUNG SELOR – DPRD Kaltara mendorong percepatan digitalisasi layanan pemerintahan untuk menekan potensi kebocoran Pendapatan…

16 jam ago

Padat Karya Desa Harus Diperkuat, Adi Nata: Fokus UMKM dan Pangan

TANJUNG SELOR – Anggota DPRD Kaltara, Adi Nata Kusuma mendesak Pemprov Kaltara untuk memperkuat program…

16 jam ago

Serap Tenaga Kerja Lokal, Ketua DPRD: Itu Kewajiban Setiap Investor di Kaltara

TANJUNG SELOR – Ketua DPRD Kaltara Achmad Djufrie menegaskan bahwa setiap perusahaan yang berinvestasi di…

16 jam ago

DPRD Kaltara Ingatkan Pemprov Pangkas Kegiatan Seremonial, Fokuskan Anggaran untuk Program Prioritas

TANJUNG SELOR – Anggota DPRD Kaltara, Herman menegaskan agar penyusunan anggaran tahun 2026 mengacu pada…

16 jam ago